Sebelum kita menginjak sejarah Desa Beringkit, baiklah
kita coba untuk berusaha mengetahui asal-usul nama Beringkit itu sendiri. Desa
Beringkit yang termasuk dalam wilayah Desa Adat Belayu, adalah sebuah Desa
asli/tua. Desa ini merupakan cikal bakal dari Desa Adat Belayu yang muncul
kemudian. Oleh karena itu bila kita berbicara mengenai sejatah ataupun latar
belakang dari Desa Adat Belayu, maka kita tak dapat mengesampingkan begitu saja
peranan Desa Beringkit ini. Di Desa inilah terletak Keraton pertama di Belayu
yang merupakan pecahan atau boleh dikatakan mempunyai hubungan yang amat erat
dengan Desa Beringkit yang ada di Mengwi. Adanya hubungan ini dibuktikan dengan
masih adanya keluarga-keluarga “nyungsung” beberapa buah pura di Desa Beringkit
Mengwi.
Tidak salah dugaan kita bahwa nama beringkit yang ada di
Belayu berasal dari nama Beringkit, Desa yang ada di Mengwi tadi. Bukti tentang
pernah adanya kerajaan di Desa Beringkit ini masih dapat dilihat sampai
sekarang. “Setra Bebajangan” dan Pura Dalem Bebajangan serta Pura Batan Jepun
dan lain-lain yang merupakan peninggalan I Gusti Bajang Gede yang memerintah
serta mendirikan kerjaan pertama di Beringkit atau di Belayu pada umumnya.
Begitulah menurut yang empunya cerita, pada saat
jayanya pemerintahan Raja Mengwi, terjadilah perselisihan antara Dalem Kapal dengan
Dalem Beringkit/Mengwi. Dikatakan, pangkal perselisihan tersebut adalah karena
putri Dalem Beringkit yang dipinang Dalem Kapal, yang katanya akan dinikahkan
dengan putra Belayu, namun kemudian dikawinkan dengan kuda kesayangan Dalem
Kapal I Lodere. Dapat dipastikan “pertemuan” yang berat sebelah ini yang
menyebabkan kematian sang Putri. Sudah barang tentu hal ini tidak dapat
diterima oleh Dalem Veringkit begitu saja, maka perselisihanpun timbul dan
akhirnya peperanganpun tidak dapat dihindari. Tidak dijelaskan siapa atau pihak
mana yang menang di dalam peperangan itu, yang jelas hubungan kedua kerajaan
tidak pernah pulih, sampai-sampai pepohonan yang tumbuh dikedua tepi sungai
yang membatasi kedua daerah itupun tak bernah bersentuhan, betapapun besar dan
tingginya pohon sampai saat ini.
Dan begitulah kemudian dari keturunan Dalem Beringkit
bernama I Gusti Bajang Gede atau juga dikenal dengan gelarnya I Gusti Bale
Agung, bermigrasi ke Beringkit Belayu, ini kemudian mendirikan kerajaan dan
berkuasa. Begitu besar kekuasaannya sehingga menimbulkan rasa dengki yang pada
waktu itu berkuasa di Kapal. Setelah mempersiapkan pasukannya, berangkatlah I
Gusti Arya Kutawaringin berserta tentaranya di suatu tempat yang kini disebut
celuk, di tepi timur Desa Beringkit. Utusanpun dikirim untuk menantang perang
kepada I Gusti Bajang Gede. Singkat cerita tantanganpun diterima dan perangpun
kemudian berkecamuk disuatu daratan yang kini lebih dikenal dengan sebutan
Carik Kerobokan, disebelah selatan banjar Jebaud atau di antara banjar Bajera
Pagebegan dengan Bajera Belayu. Hanya satu semboyan mereka yang ber”yudha” pada
waktu itu, membunuh atau dibunuh, sampai pada akhirnya tentara kerajaan
Beringkit musnah, satu persatu tewas dalam peperangan dan I Gusti Bajang Gede
sendiri tewas ditangan I Gusti Arya Kuta Waringin disuatu tempat yang kini
dikenal dengan sebutan Setra Bajangan.
I Gusti Arya Kuta Waringin kemudian melanjutkan
terornya memusnahkan keturunan I Gusti Bajang Gede sampai ke anak cucunya yang
belum dan tak pernah mengenal dosa namun menjadi korban keganasan perang. Hanya
beberapa orang saja yang berhasil meloloskan diri.
Konon seusai perang, I Gusti Arya Kuta Waringin
mengadakan pemeriksaan terhadap “Wadya Balanya” aneh tak ada seorangpun yang
terluka ataupun tewas. Maka untuk memperingati hal tersebut disebutlah tempat
ini “Bala Ayu” tentara yang mendapatkan perlindungan dari Tuhan, yang kemudian
dikenal dengan Belayu sampai saat ini.
Seperti yang telah kami tuliskan
peninggalan-peninggalan yang menjadi bukti akan pernah adanya kerajaan serta
peristiwa-peristiwa yang mengikutinya masih dapat dilihat dan disaksikan sampai
saat penulisan profil ini.
0 komentar:
Posting Komentar